Laman

Senin, 04 Februari 2013

Supervisor Or Superman



Tugas mulia seorang supervisor itu mensilaturahimi, bukan menghakimi. Ia cukup merekam, lalu menuliskannya dalam instrument penilaian. Jika ada yang janggal, ada ndak pas saat diperhatikan, maka yang harus ia sediakan lebih dulu adalah telinga untuk mendengar, bukan pertanyaan penuh tuntutan…
Ia nampak sebagai orang yang paling suka jalan-jalan, tapi dipundaknya jugalah tanggung jawab akan pembinaan unit ke depan berdasar temuan di lapangan. Sepintas memang menyenangkan. Setiap pekan jalan-jalan, mulai dari perkotaan sampai pelosok yang harus blusukan. Dan memang menyenangkan. Bertemu dengan banyak orang, mengamati banyak keadaan, dan mengenal banyak medan. Terkadang juga memperoleh bonus berupa sega abang lombok ijo saat menyambangi Gunung Kidul, menjinjing seplastik geblek dan benguk sepulang dari Kulon Progo, atau menyantap gudeg manggar di Jogja Selatan. Namun sepulangnya dari menunaikan tugas negara, tugasnya belum selesai. Kebahagiaan yang dirasakan saat terjun ke lapangan tadi ibarat suplemen awal seorang atlit dalam sebuah pertandingan maraton. Suara yang mereka dengar, kondisi yang mereka rekam, dan temuan yang mereka dapatkan tak lantas dianggurkan. Ada PR besar menanti kemudian. Temuan-temuan itu dikaji, dimusyawarahkan, dan disusunlah sebuah arah pembinaan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Namun maraton itu juga sebuah kenikmatan, karena di tengah kelelahan, selalu ada semangat besar yang tertular kemudian…

Ia bukan orang yang serba tahu, tapi ia juga bertugas memberi masukan demi peningkatan mutu. Ia memang duduk di level teratas dalam struktur koordinasi, membawahi daerah, rayon, dan unit. Tetapi justru di situlah tantangannya. Semakin luas wilayah da’wah, semakin banyak orang yang menjadi amanah, maka bekal ilmunya juga harus ditambah. Supervisor bukan orang yang paling pintar, melainkan orang yang masih dan harus banyak belajar…

Ia bukan ksatria baja hitam, tapi ia harus memiliki ekstra daya tahan. Daya tahan saat harus mengunjungi tempat-tempat yang jangkauaannya ndak ketulungan. Daya tahan bersahabat dengan alam apapun cuacanya, mau panas atau hujan. Daya tahan saat dihadapkan dengan sesuatu yang di luar dugaan. Daya tahan menghadapi banyak orang yang tidak semuanya kooperatif saat dibutuhkan. Daya tahan menyikapi waktu untuk menemukan esensi yang paling mendasar entah yang tersedia dua jam, satu jam, setengah jam, atau bahkan seperempat jam! Juga daya tahan dalam tim yang kadang tak selalu sepaham…

Termasuk saat kemarin ketinggalan mobil rombongan. Daya tahan itu diuji dengan dua pilihan: menyusul ke Ngawen naik motor sendirian menerobos hujan atau pulang dengan legawa, tanpa mutung, kecewa berlebihan, dan tiada protes pada ketua rombongan karena ndak ngasih tahu pengajuan keberangkatan…
>.<

suasana akreditasi (ndak ada fotoku, karena aku yang motret )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar