Laman

Rabu, 04 November 2009

Bayangan

Sultan Abdurrahim dengan suka cita menyambut kedatangan Bujang dan pengiringnya yang baru tiba dari Malaka. Rakyat ibukota yang sudah mendengar berita kemenangan Bujang atas Portugis pun mengelu-elukan Bujang dan pengiringnya yang berjalan dari pelabuhan menuju istana. Setibanya di istana, Sultan menganugerahkan berbagai hadiah kepada Bujang dan pengiringnya. Selain itu, Sultan juga menepati janjinya untuk membebaskan para tahanan seperti yang dipersyaratkan Bujang dahulu.

Bujang sangat mensyukuri anugerah yang diberikan kepadanya itu. Sebagai ungkapan rasa syukur, ia menyedekahkan hampir seluruh hadiah berupa harta benda yang diterimanya untuk fakir miskin. Karena itu ia memohon kesediaan Sultan untuk menyalurkannya kepada yang berhak. Adapun yang tersisa di kantongnya hanya lima buah perhiasan emas untuk modal membangun kampungnya dan pesantren Syaikh Idris.

Setelah urusan di istana selesai, Bujang memohon pamit untuk kembali ke kampungnya. Sultan pun memerintahkan sepasukan istana untuk mengantar Bujang tetapi Bujang menolaknya. Ia justru pulang dengan menumpang sebuah pedati milik pedagang yang sekampung dengannya. Pedagang itu beserta rombongannya yang berjumlah lima pedati baru saja menjual hasil buminya di kota.

“Hai, Bujang. Aku tadi melihat pengiringmu memperoleh banyak harta dari Sultan. Bahkan, kabarnya mereka pun memperoleh banyak harta dari Sultan Mahmud di Malaka,” ujar pedagang itu bersemangat. Kemudian ia bertanya sambil tersenyum, “Sebagai pimpinan rombongan, tentu kau memperoleh harta lebih banyak dari pengiringmu. Bukankah begitu, Bujang?”

“Tentu saja, Paman,” jawab Bujang.

“Tetapi, dimana harta-hartamu itu, Bujang?” tanya pedagang itu heran.

“Sudah aku simpan pada tempatnya.”

“Dimana kau menyimpannya?”

“Di perut orang-orang miskin.”

“Maksudmu, hartamu kau berikan kepada orang miskin?” tanya pedagang itu terkejut.

“Ya, aku menyimpannya disana.”

“Kau tidak menyimpannya,Bujang. Kau justru menghabiskan harta yang dapat mengangkat derajatmu dari orang miskin menjadi seorang hartawan. Huh, sayang sekali harta yang banyak itu jatuh kepada orang bodoh sepertimu!” keluh pedagang itu sambil memecut sapinya agar berjalan lebih cepat.

Ketika melihat sungai, mereka pun berhenti untuk beristirahat. Pedagang itu membiarkan sapinya meminum air sungai untuk menghilangkan dahaga. Ia sendiri sibuk mengisi kantong-kantong kulit dengan air untuk bekal perjalanannya. Sementara itu, Bujang membasuh mukanya dengan air sungai yang segar itu.

“Paman, aku ada di dalam air itu!” seru Bujang sanbil menunjuk ke arah bayangannya di sungai.

“Itu bukan dirimu, Bujang. Itu bayanganmu,” ujar pedagang itu sambil ikut membasuh muka.

“Apa bedanya, Paman? Bayangan itu sama persis denganku. Tidak ada perbedaan sedikit pun diantara kami, Paman,” ucap Bujang sambil memandangi bayangannya.

“Kalian mungkin tidak mempunyai perbedaan dari gambaran fisik. Tetapi, kalian berbeda dalam sifat keberadaan kalian,” ujar pedagang itu dengan tenangnya.

“Apa maksud, Paman?”

“Maksudku, sifat keberadaan dirimu itu nyata. Sedangkan, sifat bayanganmu itu semu. Bayangan itu ada karena keberadaan dirimu dan air. Jika kau pergi dan air itu kering, bayanganmu akan lenyap dengan sendirinya,” jelas sang pedagang sambil mempersiapkan sapinya.

“Begitu juga dengan hartaku, Paman.”

“Harta? Apa hubungannya bayanganmu dengan hartamu?” tanya pedagang penuh keheranan.

"Harta yang kusedekahkan dan harta yang kusimpan memang sama-sama harta. Tetapi, sifat keberadaan mereka berbeda. Harta yang kusedekahkan itu sifatnya nyata. Sedangkan, harta yang kusimpan itu sifatnya semu. Harta yang kusimpan itu menjadi milikku karena aku masih hidup. Jika aku wafat, harta yang kusimpan akan menjadi waris dengan sendirinya. Bukankah begitu, Paman?” tanya Bujang sambil tersenyum, lalu ia segera menaiki pedati.

Pedagang itu menggaruk kepalanya sambil tersenyum mendengar perkataan Bujang tadi. Ia menaiki pedati lalu memecut sapinya agar segera berjalan. Dalam perjalanan, ia mencoba mengingat-ingat apa yang telah ia katakan dan apa yang telah dikatakan Bujang. Akhirnya, ia bisa tersenyum seorang diri.

“Dan apa saja yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah keni’matan hidup duniawi dan perhiasannya, sedang apa yang di sisi Tuhanmu adalah yang lebih baik dan kekal. Maka apakah kamu tidak memahaminya?”
(QS. Al-Ankabut:60)

Segala hal yang kita miliki akan lenyap kecuali yang diterima di sisi Allah. Da’wah kita, balajar kita dan semua yang kita kerjakan semoga menjadi amal sholih yang kekal di sisi Allah. Aamiin...

Selasa, 13 Oktober 2009

DNA SUKSES!!!

Momentum Syawal,
Terlahir kembali dari DNA Sukses!

Saat pertama menghirup udara dunia,
Tertutup tangis dan hempasan sakit sang ibu,
Tahukah… dibalik tubuh mungil yang lemah itu,
Badan masih bergerak terbata, tapi otaknya sudah mulai bekerja!
Namun sayang…
Tidak semua orang menyadarinya…

Manusia normal, setiap detiknya akan bergerak menuju sukses. Hanya saja, tidak semua manusia bisa menjelaskan kesuksesan yang ia tuju. Tidak punya arti sukses, berarti suksesnya tidak mempunyai arti. Masukkan bright vision di kepala kita sekarang juga dan selamat melanjutkan detik-detik dengan peta sukses yang bersinar di kepala kita!!!

Senin, 12 Oktober 2009

Belajar lagi...

Rasanya lelaaah sekali… Apalagi semalam sempat berurusan dengan yang berwajib, masalah klasik, surat-surat kendaraan. Tapi kupikir, disinilah titik kesalahannya, menyepelekan yang sepele dan itu kita anggap biasa. Sudahlah, aku tidak ingin bercerita tentang itu, ada yang ingin aku bagikan disini. Kisah tentang santri-santri kecil, anak-anak hebat yang kemarin harus kutinggalkan karena amanah merapatkan barisan da’wah TKA-TPA menanti, paling tidak untuk skala kecil 33 unit ini. Cerita beberapa hari yang lalu, saat masih banyak yang sibuk membicarakan gempa. Ah, aku jadi teringat acara semalam, semoga Allah membalas kebaikan pada beliau yang tak segan menafkahkan harta baik di waktu lapang maupun sempit. Aamiin…

“Allah itu nggak kasihan apa ya? Nggak merasakan sakitnya korban gempa! Kok suka bikin gempa terus…”

Aku hanya bisa tersenyum mendengar ucapan spontan yang keluar dari lisan yang masih sangat polos. Jujur ku akui, perlu berpikir berkali-kali untuk menjawab atau sekedar mengomentarinya.

“Itu tahu kalau Allah yang bikin gempa, berarti Allah juga tahu apa yang dirasakan korban-korbannya… Mungkin bisa jadi, korban yang meninggal itu tidak merasakan sakit, hanya kita saja yang sering tidak tega melihatnya…”

“Kok bisa? Kan sampai tertimbun tanah dan keruntuhan bangunan gitu kok nggak sakit?”

Selalu begitu, tidak akan puas dengan satu jawaban saja.

“Seperti saat Nabi Ibrahim dibakar, beliau tidak merasakan sakit. Karena atas izin Allah, api itu diperintahkan menjadi dingin. Tapi yang melihatnya waktu itu, mungkin akan berpikir kalau beliau memang akan dapat pertolongan, kenapa sebelum dibakar Allah tidak menolong dengan beliau diapakan gitu?” Dia diam setengah berpikir. “Nah, ternyata kehendak Allah dan makhluq berbeda, tapi percaya nggak, kalau itu yang terbaik?”

“Percaya. Tapi kan yang masih hidup kan menderita?”

Dalam hati aku berdo’a, semoga aku diberi kemudahan menjawab pertanyaan-pertanyaannya.

“Itu bentuk teguran dari Allah…”

“Masa sedikit-sedikit ditegur? Berarti salah kita banyak?”

Masih berapa lama lagi? Aku hampir kehabisan akal menjawabnya…

“Mungkin bisa jadi salah kita banyak…”

“Apa saja, Us?”

“Coba dipikir di rumah, ditulis, besok dikumpulkan. Gimana?”

“Oke! Makasih ya, Us…”

Sudah ya? Alhamdulillah… Ketika mereka pergi, entah berapa kali aku tersenyum dan berucap syukur, lagi-lagi aku bisa belajar banyak dari mereka…

Minggu, 11 Oktober 2009

Puber Positif

Menjadi pribadi magnetis, karena pesona iman, bukan pesona maksiat. Kriteria generasi muda yang menawan karena iman adalah yang mencintai dan dicintai Allah;

  1. Mereka adalah remaja yang hatinya terkait di masjid

  2. Mereka adalah remaja yang penuh dengan kasihsayang

  3. Mereka adalah remaja yang dapat menahan pandangan dan hawa nafsu

  4. Mereka adalah remaja yang merasakan ni’matnya sholat

  5. Mereka adalah remaja yang mengingat Allah saat berdiri, duduk dan berbaring

  6. Mereka adalah remaja yang berbuat kebaikan saat ada maupun tiada yang melihatnya


  • jika hampir semua remaja disini menghidupkan sholat berjamaah, insyaAllah Allah akan mengabulkan do’a-do’a mereka

  • jika hampir semua remaja disini menjadi ahli tahajud, insyaAllah Allah akan mengangkat derajat mereka

  • jika hampir semua remaja disinii mempunyai impian taqwa, insyaAllah keberkahan Allah akan melimpah pada mereka...

Semangat yang Tidak Salah Alamat

  • tak mungkin bisa menggapai semangat hidup yang paling tinggi tanpa semangat da’wah

  • tak mungkin bisa bertahan da’wah jika tak bisa merasakan ni’matnya iman

  • tak mungkin bisa merasakan ni’matnya iman jika tak bisa menahan pandangan

  • tak mungkin bisa menahan pandangan jika tak bisa memandang kehadiran Allah dalam hati

  • tak mungkin bisa memandang kehadiran Allah dalam hati jika tak bisa merasakan ni’matnya sholat

  • tak mungkin bisa merasakan ni’matnya sholat jika tak bisa menjaga hati

  • tak mungkin bisa menjaga hati jika tak bisa istiqomah

  • tak mungkin bisa istiqomah jika tak bisa merasakan ni’matnya sabar


Jumat, 09 Oktober 2009

Alhamdulillah....

Setelah lama menunggu dalam ketidakpastian (halah!), akhirnya punya blog baru juga... Semoga ada manfaat didalamnya... aamiin... Ada usul? Ide? Saran? Kritik? Cerita? Atau apalah itu, tangan ini selalu terbuka untuk menerima, insyaAllah....