Laman

Sabtu, 19 Februari 2011

Pemimpin Hebat Dambaan Ummat



Kita diciptakan Allah ke bumi dengan dua misi. Selain menjadi hamba-Nya, juga menjadi khalifah fil ardhi. Pemimpin di muka bumi! Bukan misi yang main-main ini...

Kata Rasul, “Setiap kamu adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya…”

Nah lo, Rasul bilang ‘setiap kamu’ lho! Bukan ibumu, bukan ayahmu, bukan gurumu, bukan temanmu. Tapi setiap kamu! Ya, masing-masing kita. Jadi harap diperhatikan benar-benar buat yang merasa jadi pemimpin atau pingin jadi pemimpin. Baik pemimpin negara, pemimpin perusahaan, pemimpin rumah sakit (ehm!), pemimpin keluarga, atau pemimpin apapun, semua akan dimintai pertanggungjawaban. Juga penulis, termasuk koordinator magang. Hehehe…

Allah akan minta tanggung jawab. Bukan jawab tanpa tanggung. So, agar tanggung jawab mudah didapat, ini dia, lima syarat menjadi pemimpin hebat dambaan setiap ummat:

Pertama, ummat mendambakan pemimpin yang luhur. Yang bisa jadi teladan. Imannya baik, ilmunya baik, akhlaqnya juga baik…

Kedua, ummat mendambakan pemimpin yang isa tutur. Yang bisa bicara pada tempatnya. Allah saja sudah mengajarkan kita bagaimana caranya. Misalnya, qaulan kariima ketika bicara dengan orang tua. Qaulan maysura ketika bicara dengan orang banyak. Qaulan ma’ruufa ketika bicara tentang kebaikan. Dan masih banyak qaulan-qaulan lainnya dalam Al Quran…

Ketiga, ummat mendambakan pemimpin yang isa ngatur. Yang bisa mengatur. Bukan kah calon pemimpin itu harus bisa mengatur? Tapi yang paling penting, sebelum memimpin orang lain, kita harus bisa memimpin diri sendiri. Sebelum mengatur orang lain, kita harus bisa mengatur diri sendiri.

Keempat, ummat mendambakan pemimpin yang isa sembur. Yang bisa mengingatkan. jika ada yang salah atau khilaf, kita nggak boleh tinggal diam. Tentunya dengan akhlaq seorang muslim: tawaa shoubilhaqq, wa tawaa shoubishshobr, wa tawaa shoubil marhamah…

Dan kelima, ummat mendambakan pemimpin yang isa wur. Yang bisa berbagi. Apa yang dibagi? Ya apa aja yang kita punya dan kita bisa membaginya untuk kemashlahatan bersama. Ilmu kita, perhatian kita, pemikiran kita, waktu kita, bahkan kalau bisa sampai harta kita…

Gimana, sudah siap jadi pemimpin hebat dambaan setiap ummat? Kalau jawabannya siap, selamat! Selamat menjadi juara di dunia, dan di akhirat semoga beroleh surga… :)

Sabtu, 12 Februari 2011

Tak Pernah Berhenti Belajar


Menulis bukan sekedar bermain kata-kata. Kalimat yang indah bisa sangat membosankan kalau nggak punya makna yang kuat. Jumud juga bisa muncul jika karya nggak menawarkan sesuatu yang baru, cuma itu-itu melulu. Penulis best seller pun lama-lama bisa ditinggalkan kalau hanya mengandalkan ‘nama besar’ tanpa mengimbanginya dengan terus belajar.

Apa yang perlu kita pelajari?

1. Ilmu spiritual. Ilmu yang jadi basic, yang akan menguatkan ruh. Ingat, kata adalah cerminan hati. Kalau ingin menghasilkan tulisan yang memberi pencerahan, kualitas ruhaniyah juga harus kita perhatikan.

2. Ilmu yang berkaitan dengan apa yang kita tulis. Meski punya motivasi dan komitmen tinggi (yang di dapat dari nomor 1), tapi tanpa pengetahuan yang memadai, tulisan kita hanya jadi tulisan dangkal dan mboseni.

Habiburrahman El-Shirazy, novelis yang sangat fenomenal itu, harus merujuk sembilan kitab ‘hanya’ untuk menuliskan satu bagian di Ayat-Ayat Cinta! Dia tidak bisa sembarangan menuliskan Fahri dijenguk sahabat Nabi tanpa dasar ilmu yang mumpuni. Sampai-sampai beginilah Ahmad Tohari mengomentari karyanya, “Tak berlebihan bila disebut Novel Pembangun Jiwa!”

3. Ilmu tentang kepenulisan. Termasuk psikologi komunikasi. Agar yang kita tulis efektif, hidup, menyentuh, dan menggerakkan. Siapa yang mau kita ajak bicara lewat tulisan kita, cara penyampaiannya juga beda-beda. Anak-anak, remaja, ibu-ibu, bapak-bapak, orang awam, atau siapa?

Kenal Bang Joni Ariadinata? Awalnya beliau hanya tukang becak yang biasa mangkal di jantung kota Jogja. Tapi, tinju seorang gali yang mendarat di mulutnya, mengubah beliau menjadi penulis dan pembicara sastra yang disegani seantero nusantara. Kok bisa? Beliau mengubah “tidak bisa” menjadi “luar biasa”. Juga mengubah “impossible” menjadi “I’m possible”. Dengan apa? Terus belajar! Seperti yang sering Bang Joni bilang: membaca, membaca, membaca. Menulis, menulis, menulis.

“Tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat.” (Hadits)