Laman

Minggu, 31 Oktober 2010

Inilah Indahnya




“Bismillah. Allahu akbar! Aku diberi kunci Syam. Demi Allah, aku melihat istananya yang bercat merah. Allahu akbar! Aku diberi kunci Persia. Demi Allah, aku melihat istana Mada’in yang berwarna putih. Allahu akbar! Demi Allah, aku diberi kunci Yaman. Demi Allah, aku melihat pintu gerbang Shan’an.”

Teringat ucapan Rasulullah di hari-hari berat Perang Khandaq. Seakan bisa membayangkan adegan hebat. Serangan bertubi tanpa jeda, yang bikin setiap pasukan harus terus berjaga. Nggak sempat istirahat, buang hajat, bahkan menunaikan sholat! Syam, Persia, Yaman? Kok seperti ngimpi. Kondisi yang mereka alami aja mengiris hati…

Tapi inilah indahnya. Inilah yang akan jadi pembeda. Orang-orang munafik tak bisa lagi menahan dirinya. “Nabi kita terlalu mengada-ada!”, kata mereka. Tapi orang-orang mukmin beda. Mereka semakin kuat imannya…

Pernah memperhatikan malam, Kawan? Jam 7 malam itu sudah gelap. Tapi jam 9 itu lebih gelap. Jam 11 lebih-lebih lagi. Dan jam 1 malam tentu makin gelap. Bahkan batas waktu sahur pun dijelaskan dengan dengan perumpamaan benang putih dan hitam. Karena memang itulah saat paling gelap. Saat paling pekat.

Tapi inilah indahnya. Semakin malam mencekam, fajar juga akan segera menjelang. Perang Badar itu menyakitkan. Mereka harus bertempur dan membunuh keluarga mereka sendiri. Menyakitkan sekali. Tapi Perang Uhud lebih menyakitkan lagi. Kalah sesudah sempat Berjaya, dapat berita terbunuhnya Nabi tercinta, kehilangan 70 sahabat terbaik pembela agama, sampai melihat Rasul terluka dan rompal giginya. Sangat menyakitkan. Dan Perang Khandaq, jauh menyakitkan.

Tapi inilah yang jadi pembeda. Saat orang-orang munafik berkata, “Yang bener aja?” orang-orang mukmin berujar, “Insya Allah sebentar lagi fajar!” Allahu Akbar!!!

Seperti juga yang kita alami sekarang. Tsunami Aceh, gempa Jogja, tsunami Pangandaran, gempa Padang, banjir Wasior, tsunami Mentawai, erupsi Merapi. Rasanya sakiiit sekali...

Tapi inilah indahnya. Membuat kita makin takut dan berharap pada-Nya. Pak Presidenku jadi mengajukan kepulangan beliau ke Indonesia. Anggota dewanku –semoga- jadi mikir ulang tentang anggaran study bandingnya. Jadi ada buanyak orang yang kemudian mengulurkan tangan atas nama kepedulian saudara sebangsa. Ah, bahkan Ngarso Dalem pun bisa istirahat sejenak dari ketegangan keistimewaan Jogja…

Abu vulkanik yang tadi sampai ke selatan, semoga efektif membersihkan hati kita dari segala kotoran. Kayak abu gosok yang ampuh membersihkan noda dan kerak di wajan. Hehe…

Robbi, pertemukan aku dengan fajar… Ia akan datang sebentar lagi kan?