Aku
mengenal pria ini pertama kali dalam sebuah gawe gedhen di lereng
Merapi. Tanpa kata. Lalu kemudian kami bertemu kembali. Pria ini yang menjadi
jalan untukku lebih mendalami apa yang pertama kali mempertemukan kami: outbound. Berkatnya aku juga semakin
mencintai dunia untaian kata dan goresan pena. Jika ada orang yang bersedia
memberikan telingannya untuk mendengar segala cerita, dialah orangnya. Pria yang
kelak akan berbahagia pada suatu pagi.
Pria
kedua. Pak Manager yang aku sering diingatkan olehnya. Urusan tata menata
memang tak mudah bagi yang tak terbiasa. Namun pria ini telah membuktikannya. Dengan
tak menunda dan terus memaksa diri, pria ini tak begitu keteteran seperti dulu lagi.
Pak Manager yang tak segan menyapu kantor, dan mencuci gelas kotor. Meskipun terkadang
jengkel ketika Pak Manager sudah
menagih banyak hal dengan sms-nya, “Piye,
Nduk?” aku tetap sangat menghormatinya.
Juga
pria yang satu ini. Pria yang kukenal sejak aku beranjak dewasa. Pria ini yang
membuatku jatuh hati pada sastra kali pertama. Saat kota berhati nyaman ini
diguncang gempa, aku dan pria ini diminta panitia membuat masing-masing sebuah
puisi, lalu kami baca bersama dalam sebuah konser amal. Buku-buku sastra yang
sekarang tersusun rapi di rak buku adalah hibah darinya. Bersamanya aku pernah
bermain drama dengan improvisasi luar biasa. Juga di kesempatan lain, dalam
sebuah tabligh akbar. Kenangan itu, sebuah mushhaf
terbuka menghadap ke muka, diterangi pendar sebuah lilin kecil, hanya itu. Diawali
dengan alunan muratal QS. Ar-Rahman dari Al-Ghamidiy, aku membaca puisi dari
belakang panggung hingga seolah Quranlah yang bicara. Pria ini juga tahu
bagaimana seluruh perubahanku. Bagaimana aku berjuang menutup auratku. Bahkan dialah
orang yang menghadiahkan sepasang kaos kaki di hari lahirku yang keempatbelas. Pria
yang dituturkan ibunya bahwa dia sedang jatuh cinta.
Wanita
ini belum lama kukenal. Gadis yang usianya beberapa bulan lebih muda dariku. Namun
kami telah melalui apa yang Ibnul Khaththab persyaratkan dalam sebuah
persaudaraan: safar, bermalam, dan berhutang. Gadis ini adalah satu di antara adik
yang sangat kusayang. Bahkan ketika aku terbaring tak berdaya karena
kecelakaan, dia juga ikut menyediakan diri untuk mengurusiku.
Segala
buncah kutahan ketika pagi yang dingin itu menjadi saksi. Sebuah nasehat lahir,
setelah kami mengkaji Quran dalam tasqif hari terakhir. Di 21 Ramadhan itu QS.
An-Najm yang dibahas dalam kajian tafsir. “Nikah itu nisyfud diin… Mau sebaik
apapun, kalau belum menikah, agamamu belum ada separuh…”, itulah yang terucap
oleh beliau. “Minta pada Allah”, lanjut ustadz Nashir Harist setelah memanggil
namaku, ”berdo’a agar segera diberikan jodoh yang terbaik. Terus perbaiki diri,
karena janji-Nya pasti…”. Pria yang akan menjadi abi paling bahagia pada suatu
masa.
Dan
pria terakhir. Pria yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban atas mas’uliyahnya.
Hehehe, termasuk menyesatkanku. Pria ini adalah salah satu tersangka atas
keterlibatanku (padahal usiaku belum 16) dalam aktivitas da’wah yang membuatku
sempat disibukkan dengan yankes tiap pekan, bersabar dengan bejibun leaflet dan
stiker, dan diskusi-diskusi terbatas untuk bagaimana caranya 7 + 1 itu hasilnya
dua puluh per seratus.
Orang-orang
bilang bahwa Syawal adalah bulan peningkatan. Namun nampaknya Syawal kali ini
juga menjadi bulan kebahagiaan. Sepuluh orang di empat tempat.
Pria
pertama yang kuceritakan akan menikahi seorang gadis. Sebuah acara sakral akan
digelar. Tepat di hari Rabu, 4 Syawal yang lalu.
Dua
hari kemudian, Pak Manager menyusul untuk menggenapkan setengah diin.
Layaknya
shaum Daud, sehari iya sehari tidak. Hari Ahad pria ketiga yang kusebutkan juga
mengucap qabul atas ijab yang disampaikan abah si wanita, pertanda bahwa
perwalian itu akan beralih padanya. Pagi yang bersejarah itu wanita yang kuceritakan
tadi harus mendatangi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Sehari sebelumnya ujian
datang ketika calon imam begitu bahagia menyongsong pernikahan mereka. Sebuah suasana
yang penuh haru, sejak QS. Al-Mulk dan Al-Furqan terlafazh sebagai syarat sah
aqad nikah, juga saat walimah. Bahkan mataku berkaca-kaca ketika memandangi
kamar yang sudah kupersiapkan sebagai hadiah untuk mereka.
Empat
belas Syawal. Beliau benar-benar menjadi abi yang berbahagia. Putra pertamanya
telah menjadi qawwam bagi keluarga barunya. Putra yang usianya sama denganku. Putra yang juga beliau nasehati dan
beliau do’akan saat itu, ternyata lebih dulu bertemu jodohnya. Sehari kemudian walimatul ‘ursy diselenggarakan. Sederhana dan khusyuk penuh do’a.
Ah,
pria yang terakhir tak ingin ketinggalan. Ahad penghujung Syawal adalah hari
bahagianya, bersanding di kota sebelah barat sana.
Rasulullah telah mengajarkan sebuah do’a, “Baarakallaahu laka wa baaraka ‘alayka
wa jama’aa baynakumaa fii khaiir…”
Ah, aku
tak mendo’akan semoga kalian bahagia, karena sungguh kalian sudah begitu
bahagia dengan pernikahan ini. Namun semoga kalian selalu terkumpul dalam
kebaikan, dan selalu diliputi keberkahan…
Akh
Dinda Denis Prawitasandhi Putantya & mbak Sarah Trisna Maisyaroh, semoga
kalian dan jundi-jundi yang semoga segera Allah hadirkan semakin mencintai da’wah
bil qalam. Juga tak pernah bosan berkarya di darat, air, dan udara…
Pak
Arif Jadmiko & mbak Widi Astuti, maafkan aku tak hadir di hari bahagia
kalian…
Mas
Adi Bayu Nugroho & Tijani Jamilah, semoga ujian yang Allah berikan semakin
mengekalkan cinta kalian. Anti sudah bukan milik abah, umi dan 7 saudaramu
lagi, Nduk. semoga masmu bisa mengemban tanggung jawab itu… Maaf ya, Nduk…
Abdulloh Nashir Syihab & Anik Esti Setyawati, mudanya usia bukan penghalang untuk
menyegerakan separuh agama. Sembilan belas dan delapan belas usia kalian berdua.
Dan seperti yang dido’akan abi, semoga abadi dan berkah, jadi hafizh dan
hafizhah, rabbani dan giat da’wah. Selamat berjuang dan menuntut ilmu di negeri
seribu menara, tanah Nabi Musa…
Pak
Sugeng Hariadi & mbak Annisa, agenda mabit membuatku tak bisa ikut bersama
ke Kebumen. Janji boleh berpadu di sana, tapi semoga tetap ikut menyuburkan
ranah da’wah Yogyakarta…
Setitik airmata bahagia, juga kudo’akan
keberkahan atas kalian semua, Allah jadikan abadi sampai di surga…
Dan
(semoga) malaikat akan berdo'a, “Bagimu seperti itu pula…”***
Semua ditag di facebook. hehe. apakah ini semacam cara baru share tulisan dari blog?
BalasHapusBarakallah kepada mereka semua. dari lima pasangan, saya hanya mengenal tiga. hmm, syawal kemarin memang luar biasa, membahagiakan sekaligus membuat cemburu.
Semoga bisa segera menyusul... :)
ndak gitu juga sih, bang..
Hapusyang belum kenal pasti yang no 3, sama yang mana, bang? bahagia sekaligus cemburu? yup. setuju!
aamiin..