Laman

Kamis, 20 September 2012

Airmata Bahagia

Aku mengenal pria ini pertama kali dalam sebuah gawe gedhen di lereng Merapi. Tanpa kata. Lalu kemudian kami bertemu kembali. Pria ini yang menjadi jalan untukku lebih mendalami apa yang pertama kali mempertemukan kami: outbound. Berkatnya aku juga semakin mencintai dunia untaian kata dan goresan pena. Jika ada orang yang bersedia memberikan telingannya untuk mendengar segala cerita, dialah orangnya. Pria yang kelak akan berbahagia pada suatu pagi.
Pria kedua. Pak Manager yang aku sering diingatkan olehnya. Urusan tata menata memang tak mudah bagi yang tak terbiasa. Namun pria ini telah membuktikannya. Dengan tak menunda dan terus memaksa diri, pria ini tak begitu keteteran seperti dulu lagi. Pak Manager yang tak segan menyapu kantor, dan mencuci gelas kotor. Meskipun terkadang jengkel ketika Pak Manager sudah menagih banyak hal dengan sms-nya, “Piye, Nduk?” aku tetap sangat menghormatinya.
Juga pria yang satu ini. Pria yang kukenal sejak aku beranjak dewasa. Pria ini yang membuatku jatuh hati pada sastra kali pertama. Saat kota berhati nyaman ini diguncang gempa, aku dan pria ini diminta panitia membuat masing-masing sebuah puisi, lalu kami baca bersama dalam sebuah konser amal. Buku-buku sastra yang sekarang tersusun rapi di rak buku adalah hibah darinya. Bersamanya aku pernah bermain drama dengan improvisasi luar biasa. Juga di kesempatan lain, dalam sebuah tabligh akbar. Kenangan itu, sebuah mushhaf terbuka menghadap ke muka, diterangi pendar sebuah lilin kecil, hanya itu. Diawali dengan alunan muratal QS. Ar-Rahman dari Al-Ghamidiy, aku membaca puisi dari belakang panggung hingga seolah Quranlah yang bicara. Pria ini juga tahu bagaimana seluruh perubahanku. Bagaimana aku berjuang menutup auratku. Bahkan dialah orang yang menghadiahkan sepasang kaos kaki di hari lahirku yang keempatbelas. Pria yang dituturkan ibunya bahwa dia sedang jatuh cinta.
Wanita ini belum lama kukenal. Gadis yang usianya beberapa bulan lebih muda dariku. Namun kami telah melalui apa yang Ibnul Khaththab persyaratkan dalam sebuah persaudaraan: safar, bermalam, dan berhutang. Gadis ini adalah satu di antara adik yang sangat kusayang. Bahkan ketika aku terbaring tak berdaya karena kecelakaan, dia juga ikut menyediakan diri untuk mengurusiku.
Segala buncah kutahan ketika pagi yang dingin itu menjadi saksi. Sebuah nasehat lahir, setelah kami mengkaji Quran dalam tasqif hari terakhir. Di 21 Ramadhan itu QS. An-Najm yang dibahas dalam kajian tafsir. “Nikah itu nisyfud diin… Mau sebaik apapun, kalau belum menikah, agamamu belum ada separuh…”, itulah yang terucap oleh beliau. “Minta pada Allah”, lanjut ustadz Nashir Harist setelah memanggil namaku, ”berdo’a agar segera diberikan jodoh yang terbaik. Terus perbaiki diri, karena janji-Nya pasti…”. Pria yang akan menjadi abi paling bahagia pada suatu masa.
Dan pria terakhir. Pria yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban atas mas’uliyahnya. Hehehe, termasuk menyesatkanku. Pria ini adalah salah satu tersangka atas keterlibatanku (padahal usiaku belum 16) dalam aktivitas da’wah yang membuatku sempat disibukkan dengan yankes tiap pekan, bersabar dengan bejibun leaflet dan stiker, dan diskusi-diskusi terbatas untuk bagaimana caranya 7 + 1 itu hasilnya dua puluh per seratus.
Orang-orang bilang bahwa Syawal adalah bulan peningkatan. Namun nampaknya Syawal kali ini juga menjadi bulan kebahagiaan. Sepuluh orang di empat tempat.
Pria pertama yang kuceritakan akan menikahi seorang gadis. Sebuah acara sakral akan digelar. Tepat di hari Rabu, 4 Syawal yang lalu.
Dua hari kemudian, Pak Manager menyusul untuk menggenapkan setengah diin.
Layaknya shaum Daud, sehari iya sehari tidak. Hari Ahad pria ketiga yang kusebutkan juga mengucap qabul atas ijab yang disampaikan abah si wanita, pertanda bahwa perwalian itu akan beralih padanya. Pagi yang bersejarah itu wanita yang kuceritakan tadi harus mendatangi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Sehari sebelumnya ujian datang ketika calon imam begitu bahagia menyongsong pernikahan mereka. Sebuah suasana yang penuh haru, sejak QS. Al-Mulk dan Al-Furqan terlafazh sebagai syarat sah aqad nikah, juga saat walimah. Bahkan mataku berkaca-kaca ketika memandangi kamar yang sudah kupersiapkan sebagai hadiah untuk mereka.
Empat belas Syawal. Beliau benar-benar menjadi abi yang berbahagia. Putra pertamanya telah menjadi qawwam bagi keluarga barunya. Putra yang usianya sama denganku. Putra yang juga beliau nasehati dan beliau do’akan saat itu, ternyata lebih dulu bertemu jodohnya. Sehari kemudian walimatul ‘ursy diselenggarakan. Sederhana dan khusyuk penuh do’a.
Ah, pria yang terakhir tak ingin ketinggalan. Ahad penghujung Syawal adalah hari bahagianya, bersanding di kota sebelah barat sana.
Rasulullah telah mengajarkan sebuah do’a, “Baarakallaahu laka wa baaraka ‘alayka wa jama’aa baynakumaa fii khaiir…
Ah, aku tak mendo’akan semoga kalian bahagia, karena sungguh kalian sudah begitu bahagia dengan pernikahan ini. Namun semoga kalian selalu terkumpul dalam kebaikan, dan selalu diliputi keberkahan…
Akh Dinda Denis Prawitasandhi Putantya & mbak Sarah Trisna Maisyaroh, semoga kalian dan jundi-jundi yang semoga segera Allah hadirkan semakin mencintai da’wah bil qalam. Juga tak pernah bosan berkarya di darat, air, dan udara…
Pak Arif Jadmiko & mbak Widi Astuti, maafkan aku tak hadir di hari bahagia kalian…
Mas Adi Bayu Nugroho & Tijani Jamilah, semoga ujian yang Allah berikan semakin mengekalkan cinta kalian. Anti sudah bukan milik abah, umi dan 7 saudaramu lagi, Nduk. semoga masmu bisa mengemban tanggung jawab itu… Maaf ya, Nduk…
Abdulloh Nashir Syihab & Anik Esti Setyawati, mudanya usia bukan penghalang untuk menyegerakan separuh agama. Sembilan belas dan delapan belas usia kalian berdua. Dan seperti yang dido’akan abi, semoga abadi dan berkah, jadi hafizh dan hafizhah, rabbani dan giat da’wah. Selamat berjuang dan menuntut ilmu di negeri seribu menara, tanah Nabi Musa…
Pak Sugeng Hariadi & mbak Annisa, agenda mabit membuatku tak bisa ikut bersama ke Kebumen. Janji boleh berpadu di sana, tapi semoga tetap ikut menyuburkan ranah da’wah Yogyakarta…
Setitik airmata bahagia, juga kudo’akan keberkahan atas kalian semua, Allah jadikan abadi sampai di surga…
Dan (semoga) malaikat akan berdo'a, “Bagimu seperti itu pula…”***

2 komentar:

  1. Semua ditag di facebook. hehe. apakah ini semacam cara baru share tulisan dari blog?

    Barakallah kepada mereka semua. dari lima pasangan, saya hanya mengenal tiga. hmm, syawal kemarin memang luar biasa, membahagiakan sekaligus membuat cemburu.

    Semoga bisa segera menyusul... :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. ndak gitu juga sih, bang..

      yang belum kenal pasti yang no 3, sama yang mana, bang? bahagia sekaligus cemburu? yup. setuju!

      aamiin..

      Hapus