Laman

Kamis, 19 Juli 2012

A atau B !!!


Beberapa waktu yang lalu, seorang sahabat saya berkunjung ke rumah. Setelah ngobrol beberapa saat, dia mengajukan sebuah pertanyaan yang membuat saya mengernyitkan dahi. Dan ketika saya tanya, “Maksudnya?”, matanya berkaca-kaca seketika. Ia kembali bercerita. Sekuat mungkin ia tahan akan bendungan di pelupuk matanya tak tumpah. Meskipun akhirnya, itu jebol juga. Satu yang membuat ia menangis. Bahwa ia menyadari sesuatu yang orang Jawa bilang dengan kebacut,terlanjur. Ia menyesal pernah melakukan kesalahan di masa lalu. Dan kini, ia merasa takut, aib dan keburukan masa lalunya itu akan diketahui orang lain, termasuk calon suaminya kelak.
Saya mencoba bersikap wajar menanggapinya. Walaupun saya sempat terkaget-kaget ketika menyimak apa saja yang sudah kebacut ia lakukan. Dan saya sempat tertegun saat ia bertanya, “Aku harus gimana?”
Sahabat saya itu tak pernah tahu, dan semoga takkan pernah tahu, bahwa orang di hadapannya, yang menjadi tempatnya bertanya, yang selalu siap menampung keluh kesahnya ini, dahulu juga pernah menangis. Dengan air mata yang sama, dengan rasa bersalah yang sama, dan penyesalan yang sama.
Sungguh saya ingin menangis juga jika mengingat masa lalu. Dan kalau mau jujur, mungkin semua manusia di muka bumi ini juga akan menangisi masa lalunya. Menangisi sedetik, semenit, sejam, sehari, sepekan, sebulan, setahun, bahkan bertahun ke belakang. Juga menangisi dosanya yang masih berlangsung hingga saat ini. Sungguh, betapa Allah berkenan tak menunjukkan semua aib kita di hadapan orang lain. Mungkin, jika sahabat saya itu tahu bahwa masa lalu saya tak lebih baik darinya, ia takkan pernah mengadukan gundahnya.
Pernahkah kita sadar betapa Allah begitu apik menutupi segala aib, keburukan, dosa, kesalahan kita di masa lalu? Sehingga orang-orang yang tak semasa saat itu tak tahu, dan bahkan tak perlu tahu apa yang pernah membuat kita begitu nista. Atau bahkan di saat ini, ketika teramat sering perilaku memalukan sering terbungkus rapi dalam wajah kehormatan dan terkemas rapi di dalam pakaian kebaikan sehari-hari kita di hadapan orang lain. Sungguh, besarnya kebaikan Allah menutup semua aib kita. Sehingga tak semua orang tahu sisi lain diri kita.
Sepatutnya kita bersyukur karena Allah tak membuka aib kita kepada para tetangga. Mereka hanya tahu kita warga yang baik, rajin ke masjid, dan aktif di lingkungan. Mungkin tetangga tak pernah tahu sedikit banyak aib yang kita perbuat di luar sepengetahuan mereka. Allah juga berkenan tak membuka aib seorang anak di hadapan orang tuanya. Aib yang mungkin bisa meluluhlantakkan semua kebanggaan atas prestasi anaknya selama ini. Allah juga tak serta merta membuka aib orang tua saat keduanya sedang bekerja. Allah yang Maha Tahu juga menjaga agar teman sekantor tak tahu apa yang dilakukan teman sebelahnya, di depan komputernya. Allah juga mengunci rapat-rapat celah yang memungkinkan para staf mendengar dan tahu banyak kesalahan direksinya. Allah tak pernah iseng membeberkan keburukan seorang guru di hadapan murid-muridnya. Allah tidak menelanjangi seseorang dengan kesalahan-kesalahan yang pernah diperbuat di depan orang yang mengaguminya. Sungguh, Allah begitu santun menyimpan semua aib dan keburukan setiap hamba. Meski Dia juga akan teramat mudah membukanya lebar-lebar.
Kepada sahabat saya itu, saya katakan bahwa yang paling pantas mendengar, menampung, memberi nasehat, dan memberikan jalan keluar bagi masalahnya hanyalah Allah. Sebagaimana kata-kata yang dulu saya terima. Kepada Allah-lah kita harus mencurahkan segala kegelisahan, ketakutan, kekhawatiran, dan semua beban seberat apapun. “Kita hanya bisa mohon ampun. Bertaubat. Dan berharap Allah tetap menutupi aib kita,” satu pesan yang utamanya berlaku bagi si pemberi pesan.
Sepulangnya ia dari rumah saya, saya membaca ayat yang semakin membuat saya menangis…
Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. At-Tahrim: 8)
Sebagai manusia, mungkin kita tak pernah luput dari berbuat salah, sekecil apapun. Prinsip yang coba saya pegang (meski kadang mrucut) saat ini: bertaubat sekarang juga, berjanji dan berusaha sekuat tenaga untuk tidak mengulanginya, atau siap-siap malu di hadapan orang lain jika Allah membuka aib saya tiba-tiba.***

Ramadhan sudah di depan mata,
jika diri ini pernah menoreh luka atau kecewa,
ridha dan maaf yang kupinta… 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar