Laman

Jumat, 25 Mei 2012

Dari Cordoba Mewarna Dunia



Bersama dengan gegap gempita Piala Eropa, tak ada salahnya kita mengunjungi salah satu negaranya. Dan jika kita berkesempatan untuk pergi ke Spanyol, sempatkanlah menilik Kota Cordoba. Di sana kita akan menemukan jalan ‘Calle Abulcasis’. Di jalan itu terdapat rumah nomor 6. Sekarang, rumah itu menjadi cagar budaya yang dilindungi Badan Kepariwisataan Spanyol. Dan di rumah itulah, dahulu sosok yang luar biasa ini pernah tinggal.
Nama lengkapnya Abu al-Qasim Khalaf ibn al-Abbas Al-Zahrawi. Lahir pada tahun 936 M di kota Al-Zahra, kota yang berjarak 9,6 km dari Cordoba. Dia merupakan keturunan Arab Ansar yang menetap di Spanyol. Dia lah peletak dasar-dasar ilmu bedah modern. Dunia barat mengenalnya dengan Abulcasis.


Tak banyak yang tahu masa kecilnya. Karena tanah kelahirannya dijarah dan dihancurkan. Tapi lain ceritanya ketika dia beranjak dewasa. Dia mulai tampil ke permukaan. Seorang ilmuan Andalusia bernama Abu Muhammad bin Hazm, menempatkannya sebagai salah satu dokter bedah di Spanyol. Sejak itu, Al-Zahrawi mendedikasikan separuh abad masa hidupnya untuk melakukan praktek dan mengajarkan ilmu kedokteran. Sampai di masa kekhalifahan Al-Hakam II di Andalusia, Al-Zahrawi diangkat menjadi dokter istana.

Para dokter di jamannya mengakui, Al-Zahrawi adalah seorang dokter yang jenius, terutama di bidang bedah. Jasanya dalam mengembangkan ilmu kedokteran sungguh sangat besar. Al-Zahrawi meninggalkan sebuah warisan tak ternilai harganya bagi ilmu kedokteran, kitab Al-Tasrif li man ajaz an-il-talil. Sebuah ensiklopedia kedokteran yang terdiri dari 30 jilid!

Kitab Al-Tasrif yang ditulisnya lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard of Cremona pada abad ke-12 M. Kitab itu juga dilengkapi dengan ilustrasi. Kitab itu menjadi rujukan dan buku resmi fakultas kedokteran di Eropa. Menjadi referensi utama para dokter dan ahli bedah di sana lima abad lamanya! “Prinsip-prinsip ilmu kedokteran yang diajarkan Al-Zahrawi dijadikan kurikulum pendidikan kedokteran di Eropa,” ujar Dr. Campbell dalam History of Arab Medicine.

Sosok dan pemikiran Al-Zahrawi begitu dikagumi. Pada abad ke-14, seorang ahli bedah Perancis bernama Guy de Chauliac, mengutip Al-Tasrif lebih dari 200 kali. Kitab Al-Tasrif terus menjadi pegangan para dokter di Eropa hingga munculnya era Renaissance. Sampai abad ke-16, ahli bedah berkebangsaan Perancis, Jaques Delechamps (1513M-1588M) masih menjadikan Al-Tasrif sebagai rujukan.

Dalam kitab yang diwariskannya untuk peradaban dunia itu, Al-Zahrawi mengupas ilmu bedah, orthopedi, farmakologi, dan ilmu kedokteran umum secara rinci. Beliau juga mengupas bidang kosmetika. Jika sekarang kita merasa pede karena sudah bebas dari burtek, alias bubur ketek, tunggu dulu! Kita harus tahu, siapa yang pertama kali menggagasnya. Bukan produk Yahudi yang bilang ‘setia setiap saat’ itu pelopornya. Tapi di tangan dokter muslim abad pertengahan   inilah produk itu bermula. Dan jika sekarang kita mengenal deodorant, body lotion, dan pewarna rambut, itu tak lepas dari pengembangan karyanya.

Popularitas Al-Zahrawi sebagai dokter bedah yang andal menyebar ke seantero Eropa. Tak heran, bila kemudian pasien yang ingin berobat padanya berdatangan dari berbagai penjuru Eropa. Anak muda yang ingin belajar ilmu kedokteran dari Abulcasis pun berasal dari berbagai kota. Pada masa itu Cordoba menjadi tempat bedah favorit bagi orang-orang Eropa. Di puncak kejayaannya, Cordoba memiliki tak kurang dari 50 rumah sakit yang memberikan pelayanan prima.

Dalam kitab Al-Tasrif, Bapak Ilmu Bedah itu memperkenalkan lebih dari 200 alat bedah yang dimilikinya. Di antara ratusan koleksi alat bedah miliknya, ternyata banyak peralatan yang tak pernah digunakan ahli bedah sebelumnya.

Al-Zahrawi juga berhasil menemukan 26 peralatan bedah. Salah satunya adalah catgut. Alat yang digunakan untuk menjahit bagian dalam itu hingga kini masih digunakan ilmu bedah modern. Selain itu, dia menemukan forceps untuk mengangkat janin yang meninggal. Al-Zahrawi juga memperkenalkan penggunaan ligature (benang pengikat luka) untuk mengontrol pendarahan arteri. Jarum bedah pun ternyata ditemukan dan dipaparkan secara jelas dalam Al-Tasrif.


Sederet alat bedah temuannya antara lain, pisau bedah (scalpel), curette, retraktor, sendok bedah (surgical spoon), pengait bedah (surgical hook), surgical rod, dan specula. Tak cuma itu, Al-Zahrawi menemukan peralatan bedah yang digunakan untuk memeriksa dalam uretra. Juga alat untuk memindahkan benda asing dari tenggorokan, serta alat untuk memeriksa telinga.

Sebagai dokter sekaligus guru ilmu kedokteran, Al-Zahrawi begitu mencintai murid-muridnya. Dalam Al-Tasrif, dia mengungkapkan kepedulian terhadap muridnya. Al-Zahrawi pun mengingatkan kepada para muridnya tentang pentingnya membangun hubungan baik dengan pasien. Seorang dokter yang baik, haruslah melayani pasien sebaik mungkin tanpa membedakan status sosialnya.

Menurut Al-Zahrawi, profesi dokter bedah tak bisa dilakukan sembarang orang. Di masa itu, beliau kerap mengingatkan agar masyarakat tak melakukan operasi pada dokter atau dukun yang mengaku-ngaku memiliki keahlian bedah. Hanya dokter yang memiliki keahlian dan bersertifikat saja yang boleh melakukannya. Karena itulah, sekarang muncul istilah dokter spesialis bedah.

Saat menjalankan prakteknya, Al-Zahrawi menanamkan pentingnya observasi tertutup dalam kasus-kasus individu. Itu dilakukan untuk mendapat diagnosis yang akurat dan kemungkinan pelayanan yang terbaik. Dari fasilitas sampai penanganannya.

Untuk menjadi dokter, biaya yang harus dikeluarkan memang mahal. Tak ada yang menyangkal. Tapi, harap dicatat bagi yang sudah jadi dokter, akan jadi dokter, atau yang ingin jadi dokter. Itu bukan alasan untuk menggunakan profesi dokter semata demi mencari keuntungan materi. Begitu pesan Al-Zahrawi. Ada kepuasan tersendiri ketika ia dijalani dengan keikhlasan hati. Ada kemuliaan khusus jika ia dijalani dengan semangat pengabdian yang tulus.

“…Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya…” (QS. Al-Maaidah: 32)

Al-Zahrawi menutup usia di kota Cordoba pada tahun 1013M. Meski Cordoba bukan lagi menjadi kota bagi umat Islam, namun namanya masih diabadikan menjadi nama jalan kehormatan. Kontribusi Al-Zahrawi bagi bidang kedokteran, khususnya bedah, hingga kini tetap dikenang dunia. Walaupun biografinya baru muncul dalam Al-Humaydi’s Jadhwat al Muqtabis, yang baru rampung enam dasa warsa setelah wafatnya. Allahu Akbar!!! (an)

1 komentar: